Ekonomi Indonesia di Era Prabowo-Gibran Tunjukkan Fondasi Kuat dan Arah Berkelanjutan
- account_circle Faqih Haq
- calendar_month Senin, 20 Okt 2025
- visibility 21
- comment 0 komentar

Prabowo Gibran
Dosen Vokasi Universitas Indonesia (UI) Ananta Nasution menilai kinerja ekonomi nasional selama satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menunjukkan hasil yang positif serta menjanjikan arah pertumbuhan berkelanjutan di tengah ketidakpastian global.
Menurutnya, capaian ekonomi Indonesia sepanjang tahun pertama pemerintahan Prabowo–Gibran menggambarkan fondasi ekonomi yang kuat dan stabilitas yang terjaga.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2025 yang mencapai 5,12 persen adalah salah satu yang tertinggi di antara negara G20. Ini menjadi indikator bahwa fundamental ekonomi kita cukup kuat,” ujar Ananta dalam keterangan di Jakarta, Senin (20/10/2025).
Stabilitas Fiskal dan Inflasi Terkendali
Ananta menambahkan, capaian lain seperti inflasi terkendali di angka 2,65 persen dan defisit APBN yang hanya 1,56 persen dari PDB mencerminkan kehati-hatian dan disiplin kebijakan fiskal pemerintah.
Ia menyebut kombinasi antara stabilitas harga, defisit rendah, dan pertumbuhan tinggi sebagai prestasi penting di tengah tekanan global.
Pasar modal pun turut merespons positif, dengan IHSG mencatat rekor tertinggi di level 8.257 pada Oktober 2025.
Selain itu, lanjutnya, penurunan tingkat pengangguran menjadi 4,76 persen dan angka kemiskinan turun ke 8,47 persen menandakan kebijakan ekonomi Presiden Prabowo mulai menyentuh masyarakat bawah.
“Ada indikasi kuat bahwa pertumbuhan ini bukan sekadar angka makro, tapi mulai terasa dampaknya bagi masyarakat luas,”
ujarnya.
Tantangan: Menjaga Keseimbangan Fiskal dan Program Populis
Meski demikian, Ananta menilai tantangan terbesar ke depan adalah menjaga keseimbangan antara program populis dan keberlanjutan fiskal.
Ia menyoroti pentingnya efektivitas program besar seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Sekolah Rakyat, dan Koperasi Merah Putih agar tidak menimbulkan beban fiskal jangka panjang.
“Kuncinya adalah memastikan manfaatnya tepat sasaran tanpa menambah tekanan fiskal negara,”
ucap Ananta menegaskan.
Menurutnya, program-program kerakyatan tersebut harus diimbangi dengan audit efektivitas dan efisiensi pembiayaan, serta tata kelola yang transparan.
Dorongan ke Arah Ekonomi Produktif dan Digital
Lebih jauh, Ananta mendorong agar pemerintah mengalihkan belanja negara dari subsidi konsumtif ke subsidi produktif, terutama pada sektor pendidikan vokasi, teknologi pertanian, UMKM, dan infrastruktur logistik.
Ia juga menilai koordinasi antara Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan perlu semakin erat untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan inflasi dalam kisaran ideal 2,5–3,5 persen.
Tak hanya itu, Indonesia perlu memperkuat hilirisasi berkelanjutan — tidak hanya pada sektor tambang seperti nikel dan bauksit, tetapi juga pada agroindustri dan ekonomi hijau seperti energi terbarukan dan biofuel.
“Diversifikasi ini lah yang akan menjadi mesin pertumbuhan baru,”
tutur dia.
Ananta juga menekankan pentingnya peningkatan daya saing UMKM dan pemerataan ekonomi digital di luar Jawa, karena sektor digital bisa menjadi jembatan pemerataan jika ditopang oleh infrastruktur internet dan literasi digital yang kuat.
“Dengan disiplin fiskal, industrialisasi hijau, dan pemerataan digital, Indonesia sedang menyiapkan diri menjadi kekuatan ekonomi baru dunia menuju visi Indonesia Emas 2045,”
ungkapnya.
- Penulis: Faqih Haq

Saat ini belum ada komentar