Denyut Bina Graha, Kantor Presiden Soeharto
- account_circle Orbitnews Co
- calendar_month Rabu, 27 Agt 2025
- visibility 47
- comment 0 komentar

Bila Presiden Soekarno sedang berada di Istana Merdeka, sebuah bendera Kepresidenan berwarna kuning dengan bintang emas di tengahnya dikibarkan di atas Istana Merdeka. Sejak Presiden Soeharto, penandaan seperti itu tidak dilakukan.
Denyut kehidupan Istana Merdeka berubah sejak Jenderal TNI Soeharto menggantikan Ir. Soekarno. Sebagai Presiden Republik Indonesia yang kedua, Pak Harto memutuskan untuk tinggal di kediaman pribadinya di Jalan Cendana 8, Jakarta Pusat. Sejak itu praktis Istana Merdeka dan Istana Negara hanya dipakai sebagai tempat kerja, upacara, dan resepsi kenegaraan.
Presiden Soeharto berkantor di Bina Graha yang mulai dibangun pada 1969 dan selesai pada 1970. Bina Graha yang terletak di sebelah timur Istana Negara, menghadap ke arah Sungai Ciliwung, kemudian menjadi kantor resmi Pak Harto. Gedung ini berdiri di atas lahan bekas Hotel Dharma Nirmala, bangunan yang pada masa sebelumnya bernama Hotel der Nederlanden dan Rafles House.
Presiden Soeharto mempunyai dua ruang kerja di Bina Graha, yaitu di lantai dasar dan lantai atas. Kedua ruang kerja ini dihubungkan dengan tangga. Ruang kerja di lantai atas biasanya dipakai sebelum menghadiri sidang-sidang kabinet terbatas.
Ruang kerja di lantai bawah dipakai untuk menerima tamu-tamu yang berhubungan dengan kegiatan pemerintahan. Untuk menerima tamu negara dan pejabat lembaga tinggi negara, Presiden Soeharto menggunakan ruang kerja di Istana Merdeka.
Pada dasawarsa terakhir masa pemerintahannya, Pak Harto bahkan makin sering menggunakan kediamannya di Jalan Cendana untuk menerima para tamu. Pada periode itu Pak Harto juga mulai sering menggunakan ruang kerja di Istana Merdeka pada hari Jum’at agar dekat dengan Mesjid Baiturrahim. Beliau juga menggunakan ruang kerja di Istana Merdeka itu untuk pertemuan-pertemuan yang bersifat khusus.
Tidak adanya kebutuhan untuk kehidupan rumah tangga di Istana Merdeka juga mengubah berbagai fungsi ruangan. Atas persetujuan Presiden Soeharto, bekas kamar tidur Bung Karno pada renovasi 1997 diubah menjadi tempat menyimpan Bendera Pusaka, dan naskah asli Proklamasi Kemerdekaan.
Patung dada Bung Karno dan Bung Hatta juga ditempatkan di ruang itu. Pada dinding utara ruang pusaka itu dipasang relief yang menggambarkan Sajuti Melik mengetik teks proklamasi, sedangkan relief pada dinding selatan menggambarkan Ibu Fatmawati menjahit Bendera Pusaka. Di antara semua Presiden Republik Indonesia, Presiden Habibie yang paling sering membawa tamunya mengunjungi ruang Bendera Pusaka ini.
Bekas ruang tidur Ibu Fatmawati di sisi barat, di samping belakang ruang kerja Presiden, diubah menjadi dua ruang tidur untuk istirahat Kepala Negara, dilengkapi dengan kamar mandi yang telah direnovasi. Pak Harto hanya menggunakan ruang ini untuk bermalam setiap tanggal 16 Agustus setelah mengikuti upacara renungan suci di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata, menjelang upacara peringatan hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Ruang Kredensial, yaitu bangsal pertama yang dicapai setelah memasuki pintu utama Istana Merdeka dari arah serambi depan, tidak berubah fungsinya. Di situlah para Duta Besar negara sahabat menyampaikan surat kepercayaan (kredensial) kepada Kepala Negara Republik Indonesia. Di ruang ini pula, Kepala Negara setiap tahun menerima para Duta Besar yang menyampaikan ucapan selamat ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Di belakang Ruang Kredensial terdapat sebuah koridor yang memisahkan Ruang Jepara di sisi barat sedangkan di sisi timur adalah salon yang dipakai sebagai ruang kerja, ruang tamu, dan ruang makan Ibu Negara. Pada masa Presiden Megawati, ruang ini dirombak menjadi Ruang Raden Saleh, khusus untuk menyimpan lima lukisan Raden Saleh.
Melalui koridor yang memisahkan Ruang Jepara dan Ruang Raden Saleh, para tamu bisa melangkah ke bangsal berikutnya, yaitu Ruang Resepsi yang merupakan ruang terluas di Istana Merdeka. Beberapa resepsi kenegaraan diselenggarakan di ruang ini.
Ruang Resepsi ini berlanjut ke serambi belakang yang sudah diperluas sejak renovasi 1997. Serambi ini semula merupakan teras terbuka, kemudian ditutup pada masa Presiden Soeharto dengan dinding pintu dan jendela kaca yang disesuaikan dengan gaya arsitektur bangunan. Serambi belakang tertutup ini juga bersambung ke sebuah teras terbuka yang menghadap ke pelataran Istana Jakarta. Di bagian atas dinding dalam serambi tersebut dihias dengan relief aksara Arab yang mengandung arti “damailah mereka yang berkunjung ke tempat ini“ pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie.
- Penulis: Orbitnews Co

Saat ini belum ada komentar